Masyarakat Toraja
sejak dari dahulu mengenal pula beberapa tingkatan masyarakat yang dinamakan
tana (kasta) seperti pula pada suku –suku bangsa lain di Indonesia yang sangat
mempengaruhi pertumbuhan masyarakat dan kebudayaan Toraja karena sehubungan
dengan lahirnya sendi – sendi kehidupan dan aturan dalam Aluk Todolo, dan Tana’
tersebut dikenal dalam 4 (empat) susunan atau tingkatan masing – masing :
- Tana’
bulaan (kasta bangsawan tinggi)
- Tana’
Bassi (Kasta bangsawan menengah)
- Tana’
Karurung (Kasta Rakyat Merdeka)
- Tana’
Kua – Kua (Kasta Hamba Sahaya)
Menurut falsafah
Aluk Todolo sebagai tempat berpijaknya Kebudayaan Toraja menyatakan bahwa
adanya tana’ ini adalah berkaitan dengan tugas dan kewajiban manusia dalam
mengamalkan aluk todolo, makanya mengikuti kelahiran manusia sesuai dengan
ajaran sukaran aluk yang menurut mithos kelahiran manusia itu ada 4 (empat)
proses yang ditempuh oleh Puang Matua dalam terciptanya nenek manusia yang
dikatakan sebagai berikut:
- Kelahiran
yang pertama ialah kelahiran atau diciptakannya Puang Matua Datu Laukku’ melalui Saun Sibarrung.
- Kelahiran
yang kedua ialah kelahiran Puang
Adang dari perkawinan Bangai
Rante dan Tallo’ Mangka Kalena atas suruhan Puang Matua.
- Kelahiran
yang ketiga ialah diciptakannya Puang Matua Pande Kambuno Langi melalui pula Saun Sibarrung.
- Kelahiran
yang keempat ialah diciptakannya Patto
Kalembang oleh Puang Matua sebagai nenek manusia yang terakhir diatas
langit.
Keempat nenek
manusia yang pertama tersebut di atas masing – masing diberi tugas dan
kewajiban akan menempati bumi ini dan kewajiban dan tugas memuliakan Puang
Matua masing – masing yaitu :
- Datu
La Ukku’ menerima Sukaran Aluk
(Agama dan Aturan Hidup)
- Puang
Adang menerima Maluangan Ba’tang
(kepemimpinan dan kecerdasan)
- Pande
Pongkambuno’ Langi’ menerima Pande
(keahlian seperti tukang – tukang, ahli perang dan ketangkasan dll)
- Potto
Kalembang menerima Matutu Inna
(pengabdi)
Dengan adanya
keempat tugas dan kewajiban ini yang merupakan dasar dan permulaan terbinannya tata
cara dan adat dalam hubungan manusia – manusia dan merupakan kebudayaan turun –
menurun maka sampai sekarang ini kesemua tugas dan kewajiban itu merupakan
pangkal adat yang dikenal dengan adanya Ada’
A’pa’ Sulapa’ (adat empat dasar) atau dikenal dengan ada’ apa’ ote’na yaitu
adat yang terbagi dalam 4 (empat) golongan dan susunannya yang kesemuanya masih
jelas dalam masyarakat Toraja sekarang ini antara lain:
- Orang
Toraja dalam setiap pertemuan keluarga permulaan katanya dalam
bermusyawarah itu selalu dimulai dengan mencahari tepo a’pa’na, dengan
kata:
“merrupa nasangmo
tepo a’pa’ma, leso karuanna anna daluk sangpulo annanna, ...dst
Artinya:
Apakah telah hadir
semua pihak dan garis keluarga sampai kepada garis dan pihak seperenambelasnya,
maksudnya dua dari garis bapak dan dua dari garis ibu dan sepupu pihak bapak
dan sepupu pihak ibu apakah sudah hadir seluruhnya.
- Desa
di Tana Toraja berdasar pembahagian 4 (empat) yang dinamakan Tepo Padang.
- Dewan
Pemerintahan Adat yaitu Dewan Toparengnge’ terdiri atas 4 (empat) orang
anggota.
- Warna
pada ukiran Toraja hanya terdiri dari empat macam yaitu, merah, putih, kuning
dan hitam.
- Susunan
Tana (kasta) yang dikatakan diatas hanya dikenal adalah 4 (empat).
- Pembahagian
penjuru bumi dan langit menurut Aluk Todolo sesuai dengan peranannya
adalah 4 (empat) penjuru yaitu:
a)
Ulunna’
langi’ dengan nama daa atau daya
b)
Pollo’na
langi dengan nama Loo’ atau lau’
c)
Matallona
Langi dengan nama Lan mataallo.
d) Matampu’na
Langi’ dengan nama Diong Matampu’ hal ini jelas karena sesuai dengan perjalanan
matahari.
- dll.
Untuk berbicara
mengenai Tana’ tersebut diatas sebagai salah satu dalam pembentukan dan
pertumbuhan kebudayaan Toraja dan sangat banyak menentukan dalam tata kehidupan
masyarakat Toraja, dan kasta – kasta tersebut selalu terdahulu dalam menentukan
sesuai masalah – masalah penting antara lain :
- Dalam
menghadapi perkawinan.
- Dalam
menghadapi pemakaman/upacara adat pemakaman.
- Dalam
mengajadapi pengangkatan jabatan adat atau menjadi pemerintah adat.
Untuk memegang
suatu tugas adat yang pertama – tama menjadi persoalan pada mencari tahu kasta
seseorang karena jabatan – jabatan adat itu sudah terikat dengan adanya
pembahagian tugas pada mulanya seperti yang disebutkan sesuai dengan mithos
aluk todolo, yang tempat pengenalannya atau emncahari tahu itu dengan mengenal
tongkonan atau mencari tahu tongkonannya.
Begitu pula
jikalau menghadapi satu perkawinan seseorang yang dalam peminangan itu sudah
diperkenalkan lebih dahulu kasta seseorang itu dengan persaksian dari
tongkonannya yang mendapat pengakuan dari pemerintah adat dimana pria itu
berasal jikalau orangnya memangnya tak dikenal keturunannya.
Hal itu demikian
karena menurut adat perkawinan dalam adat Toraja tidak boleh seorang laki –
laki dari Tana Karurung atau Tana’ Kua – Kua kawin dengan perempuan dari kasta
Tana’ Bulaan atau Tana’ Bassi, kalau toh ini terjadi maka dikenakan hukum adat
yang dijuluki Unteka Palanduan atau Unteka’ Bua Layuk, tetapi sebaliknya
dapat saja seorang laki – laki dari Kasta Tana’ Bulaan atau Tana’ Bassi boleh kawin
dengan Kasta dibawahnya, hanya saja tidak dapat dikawinkan menurut adat, dan
anaknya pun yang lahir dari perkawinan kasta yang tidak sama itu atau yang
dilarang itu tidak mempunyai kedudukan yang sama dengan saudara – saudaranya
yang lahir dari kasta yang dapat diterima menurut adat yang hal ini turut pula
mempengaruhi kedudukan sebagai pewaris yang tidak sama dengan saudaranya yang
kastanya diterima oleh adat.
Dari semua tingkatan tana’ tersebut di
atas mempunyai nilai yang bertingkat – tingkat yang maksudnya membedakan tiap –
tiap kasta tersebut secara materil dan juga sebagai dasar dalam pelaksanaan
hukuman perkawinaan bila diperlukan.
Suatu contoh
jikalau seseorang Tana’ Bulaan kawin dengan sesamanya Tana’ Bulaan dan terjadi
perceraian yang sengaja oleh salah satu pihak maka yang bersalah itu dihukum
dengan membayar suatu denda yang dinamakan kapa’ sebanyak kerbau menurut
tana’nya yaitu tanaa’ bulaan dengan Kapa’ 24 ekor kerbau yang ukuran tanduknya
dikatakan dengan ukuran sang pala’ (satu tapak tangan diatas pergelangan) atau
kerbau yang berumur rata – rata 2 s/d 3 tahun.
Penilaian masing – masing tana’, sbb:
a)
Untuk
tana’ bulaan (kasta bangsawan tinggi) nilai hukmnya dengan 24 ekor kerbau
(tedong sangpala’)
b)
Untuk
tana’ bassi (kasta bangsawan menengah) nilai hukumnya dengan 6 ekor kerbau
tedong sangpala’.
c)
Untuk
Tana’ karurung (kasta rakyat merdeka) nilai hukumnya dengan 2 ekor kerbau
tedong sangpala’.
d)
Untuk
tana’ kua – kua (kasta hamba sahaya) nilai hukumnya dengan 1 ekor babi betina
yang sudah pernah beranak namanya bai doko.
Inilah susunan tana’ yang pertama di
Tana Toraja tetapi setelah tersebarnya Aluk Sanda Saratu’ dari Puang Tomanurun
Tamboro Langi’ (Monarkhi Agama) maka di daerah adat Kepuangan, Tana’ yang 4
(empat) ini mengalami sedikit perubahan yang pelaksanannya seolah – olah hanya
terdapat tiga tana’ saja dalam prakteknya dalam masyarakat, yaitu disesuaikan
dengan struktur pemerintahan adat puang dan kedudukan puang atau yang
berketurunan bangsawan. Karena kedudukannya dan pemerintahannya yang bersifat
monarkhistis itu, maka menurut aluk sanda saratu’, tana’ dalam pengabdian
kepada aluk sanda saratu’ susunannya sbb:
a)
Tana’
Bulaan hanya khusus bagi turunan Puang Tomanurun.
b)
Tana’
Bassi untuk bangsawan yang bukan turunan puang to manurun atau darahnya lebih
banyak turunan bukan turunan Tomanurun.
c)
Tana’
Karurung untuk semua rakyat merdeka atau yang tidak berketurunan bangsawan yang
kesemuanya digolongkan dalam golongan kasta pengabdi kepada Tana Bassi dan
Tana’ bulaan.
Jadi menurut
susunan kasta dalam arahan aluk sanda saratu tidak ada rakyat merdeka yang
sebenarnya karena semua rakyat yang tidak berdarah bangsawan dinyatakan sebagai
pengabdi kepada tana’ bassi dan tana’ bulaan semata – mata.
Tetapi menurut
sejarah daerah adat kapuangan, sebelum tersebarnya aluk sanda saratu’ dahulunya
juga memakai 4 (empat) susunan tana’ tersebut secara murni sama dengan daerah
adat Toraja lainnya, yang masih mempunyai peninggalan – peninggalannya sampai
sekarang ini umpamanya daerah Lion Rorre, dari Makale, daerah adat
Kapuangan Basse Kakanna masih mempergunakan susunan 4 (empat) kasta atau Tana’
tersebut di atas, begitu pula di daerah Batu
Alu di Sangalla’/daerah adat kapuangan Basse Tangngana masih mempergunakan
pula keempat susunan Tana’ tersebut di atas.
Di samping menjadi
pedoman dalam hal perkawinan dan pemilihan Pemerintah adat/pemangku adat Tana’,
Tana’ tersebut di atas juga menjadi dasar penilaian seseorang di masyarakat
pada waktu orang itu meninggal dunia., karena Tana’ ini turut menentukan
tingkatan upacara pemakamannya, umpamanya seseorang dari Kasta atau Tana’ Bassi
tidak dapat dimakamkan dengan upacara pemakaman Tana’ Bulaan sekalipun
keluarganya mampu mengadakan kurban yang mencukupi upacara Tana’ Bulaan yang
dinamakan Rapasan, tetapi sebaliknya
pula bahwa seseorang dari Kasta Tana’ bulaan dapat saja dimakamkan
dengan upacara apapun sampai serendah-rendahnya karena tidak berkemampuan dalam
persiapan kurban dan biaya-biaya pemakaman yang tinggi.
Jadi jelad di sini
bahwa peranan dari pada Tana’ dalam masyarakat Toraja ssejak dari dahulu sangat
menentukan segi-segi tertentu pertumbuhan masyarakat yang peninggalannya masih
nyata sampai sekarang ini, dan dalam jabatan-jabatan adat Tana’ pun turut
menentukan karena sudah tertentu golongan kasta yang akan menjabat setiap
jabatan adat yang garis besarnya sebagai berikut:
1).
Kasta atau tana’ Bulaan adalah kasta yang menjabat ketua / pemimpin dan
anggota
pemerintahan adat umpamanya jabatan Puang, Ma’dika, dan Sokkong Bayu (Siambe’).
2).
Kasta atau tana’ Bassi adalah kasta yang menjabat jabatan pembantu atau anggota
pemerintahan adat seperti jabatan – jabatan Anak
Patalo/To Bara’ dan To Parengge’ – To Parenge’.
3).
Kasta Tana’ Karurung adalah kasta yng menjabat pembantu pemerintahan adat serta
menjadi petugas/pembina Aluk Todolo untuk urusan Aluk Patuoan, Aluk Tananan
yang dinamakan To Indo’ atau Indo Padang.
4). Kasta atau Tana’ Kua - Kua adalah kasta yang
menjabat jabatan petugas/pengatur pemakaman atau kematian yang dinamakan To Mebalun atau To Ma’kayo (orang yang membungkus orang mati) dan juga sebagai
pengabdi kepada kasta Tana’ Bulaan dan Tana’ Bassi
Kesemua
jabatan-jabatan tersebut di atas adalah kesemua jabatan yang merupakan tugas
yang turun temurun diwariskan kepada masing-masing keluarga yang bersangkutan bersumber
dari masing-masing Tongkonan.
.. diketik ulang dari buku Toraja & Kebudayaan (Y. Tandilintin) ..
1 comment:
Jika wanita luar daerah menikah dengan pria dari kasta bulaan apakah ada syaratnya?
Post a Comment