GAU’ PA’TENDENGAN
(KESENIAN – KESENIAN TORAJA)
Kesenian-kesenian Toraja
yang dinamakan Gau’ Pa’tendengan atau Gau’ Tendeng seperti kesenian pada daerah
dan suku lain juga terdiri atas bermacam bentuk kesenian yang merupakan salah
satu sendi kebudayaan Toraja yang sangat menentukan dalam kehidupan masyarakat
pengguna karena kesenian ini bersumber atau berdasar atas rangkaian falsafah
hidup dan kehidupan masyarakat Toraja yang keseluruhannya nampak dalam
kehidupan ajaran Aluk Todolo sebagai tempat berpijaknya seluruh kebudayaan
Toraja. Sehingga masyarakat Toraja mengenal kesenian itu yang keseluruhannya
dinamakan Gau’ Tendeng dengan bentuk yang bermacam-macam karena masing - masing
mempunyai tempat pemakaian yang tentu tidak dapat dicampur aduk.
Masyarakat Toraja
membagi kesenian dalam beberapa golongan, masing - masing :
a)
Seni
Tari yang disebut Gellu’
b)
Seni
Lagu dan Seruling yang dinamakan Pa’ Kayoyoan dan Passuling
c)
Seni
Tari paduan lagu dan paduan Seruling yang dinamakan Gellu’ di Gamarai atau
Gellu’ di Sulingngi
d)
Seni
Hias yang dinamakan Pa’ Belo-belo
e)
Seni
Sastra yang dinamakan Tantanan Kada/Kada-kada Tominaa
f)
Seni
Ukir yang disebut Passura’, Seni Pahat namanya Pa’paa’, Seni anyam yang disebut
Panganan, Seni Tenun yang dinamakan Pa’ Tannun, Seni Tempa yang disebut
Pa’Tampa dll.
g)
Seni
Bangunan namanya Manarangngi.
Bahwa seni ukir,
seni pahat, seni anyam seni tempah, dan seni tenun keadaannya sama saja dengan
dasar dan cara-cara pada daerah lain atau suku bangsa lain, sekalipun sejarah
bentuk dan hasilnya berbeda-beda atau berlainan.
Bahwa ketujuh golongan atau bentuk
seni Toraja tersebut diatas ada beberapa bentuk kesenian yang tak dapat
dicampur adukkan yaitu golongan seni dari a-e, karena masing - masing seni itu
mempunyai tempat pemakaiannya masing - masing, hal itu demikian karena seni itu
lahir sebagai
pelengkap dari suatu peristiwa kehidupan yang paling menonjol dalam dua aspek
kehidupan upacara yaitu Upacara Rambu Tuka’ dan Upacara Rambu Solo’, maka
demikianlah dalam kehidupan masyarakat Toraja pada garis besarnya dibagi atas
dua dasar lahir dan kehidupannya serta pemakaiannya masing - masing:
- kesenian
untuk upacara Rambu Tuka' atau Aluk Rampe Matallo
- kesenian
untuk upacara Rambu Solo' atau Aluk Rampe Matampu
Kedua dasar serta golongan kesenian
tersebut tak dapat dicampur adukkan atau tak dapat dipertukarkan pemakaiannya
karena tiap-tiap seni telah tertentu tempatnya dan tertentu maksud tujuannya,
dan jikalau terjadi percampuran itu maka dianggap sebagai pelanggaran adat yang
sangat berat hukumannya
di dunia akhirat yang dinamakan pemali.
A. Seni
tari yang dinamakan Gellu’-Gellu’
Seni tari Toraja
seperti yang disebutkan di atas bahwa terdapat dua tempat atau macam
pelaksanaannya maka dibagi pula dalam dua golongan seni tari masing - masing:
1.
Kesenian
atau seni tari untuk upacara Rambu Tuka' atau Aluk Rampe Matallo yaitu tari
yang hanya dilakukan pada saat menghadapi upacara Rambu Tuka' yang sifatnya
terdiri atas dua macam pula, masing - masing:
a.
kesenian
atau tari gembira/bersuka ria yang dilakukan pada waktu bergembira ria
umpamanya perkawinan, menyambut tamu dan lain-lain dan tari yang termasuk tari
gembira itu masing - masing:
-
Tari
Pa’Gellu’ yang dibawakan oleh wanita diiringi oleh gendang.
-
Tari
Pa’ Bene Balla’ yang dibawakan oleh wanita diiringi oleh gendang.
-
Tari
Pa’Tambuk Pare yang dibawakan oleh wanita diiringi oleh irama bunyi lesung
(orang menumbuk padi).
b.
kesenian
atau tari yang dilakukan pada waktu menghadapi upacara Rambu Tuka' sebagai tari
pujian dan tari ini antara lain:
-
Tari
Pangnganda’ dibawakan oleh pria dengan memakai krown tanduk kerbau yang berhias
di kepalanya
-
Tari
Bondesan dibawakan oleh pria
-
Tari
Burake dibawakan oleh wanita, diiringi dengan pukulan gendang
2.
kesenian
atau tari untuk upacara Rambu Solo' sebagai tarian kenangan atau peringatan seseorang
yang telah meninggal dunia karena keberaniannya dan keagungannya semasa
hidupnya yaitu tari Perang yang dinamakan Pa’ Randing yang dibawakan oleh pria
B. Seni
Lagu dan seruling yang juga terdapat dua tempat pemakaiannya seperti yang sudah
disebutkan di atas yaitu:
1.
Musik
dan seruling untuk upacara Rambu Tuka' adalah masing - masing:
-
Pa’Geso-Geso’
semacam biola yang digesek oleh pria boleh juga wanita
-
Pa’Oni-Oni
yaitu masih seruling terdiri dari alat batang padi dan dibawakan oleh pria
-
Pa’ gandang, semacam penabur gendang dibawakan oleh
pria
-
Pa’ Tulali dan Passuling yaitu seruling yang dibawakan
oleh pria
-
Pa’ Karombi yaitu suatu alat music dari sebilah bamboo
yang ditarik-tarik di mulut,dapat dibawakan oleh pria maupun wanita.
2.
Musik
dan Seruling dan diikuti lagu pada upacara Rambu Solo’ masing-masing :
- Massuling
Marakka dibawakan oleh Pria dan diikuti suara lagu wanita
- Ma’
Dondi’ dibawakan oleh wanita
- Memanna
dibawakan oleh pria
C. Seni Tari paduan lagu dan seruling yang juga terdapat
dua tempat pengadaannya masing-masing :
1.
Tari paduan lagu dan seruling pada Upacara Rambu Tuka’
sebagai tari pujaan sanjungan :
-
Tari Panimbong yang dibawakan oleh pria
-
Tari Pa’Dandan dibawakan oleh wanita
-
Tari Pa’ Bassen-bassen dibawakan oleh wanita maupun
pria
-
Tari Pa’ Bugi’ dibawakan pria dan wanita
2.
Tari paduan lagu dan seruling pasa Rambu Solo’:
-
Pa’ badong dibawakan pria yang kadang kala diikuti
wanita
-
Pa’ katia dibawakan oleh wanita
D. Seni
Hias yang
dinamakan Pa’ Belo-Belo
Masyarakat Toraja mempunyai bentuk tersendiri dalam menghias sesuatu
seperti peralatan Rambu Tuka’ dan Rambu Solo’ atau peralatan lain. Cara
menghias ini tidak sama denagn daerah lain yang menggunakan bermacam kembang
dan wewangian. Tetapi bagi masyarakat Toraja menghias adalah suatu cara
membentuk hiasan yang mempunyai arti karena paduan dari tiap alat hias yang
menitikberatkan pada hias yang merupakan kombinasi atau paduan barang-barang
perhiasan Toraja dan perhiasan barang-barang antikToraja yang harmonis dan
keadaanya tidak berubah jikalau tidak dirombak.
Untuk melakukan hias Toraja dipergunakan barang-barang seperti :
1.
Barang Pusaka
2.
Tenunan Pusaka yang dianggap keramat
3.
Kain yang berwarna tajam yang disesuaikan dengan
tempat pemakaiannya seperti warna merah dan putih dapat dipergunakan dimana
saja Rambu Tuka’ atau Solo’, sedang warna kuning pada Rambu Tuka’ saja dan
hitam pada Rambu solo’ saja.
4.
Rautan bamboo yang berbentuk lidi berbelit yang
disebut Pangarru’-arru’.
5.
Tanaman sebagai peralatan yang masing-masing tempat
pemakaiannya sesuai dengan Aluk Todolo :
-
Pusuk yaitu daun ijuk muda atau daun kelapa muda
-
Tabang (Lenjuang) yaitu semacam palam yang daunnya
merah
-
Belo Bubun yaitu semacam palam yang berwarna kuning hijau
-
Kambunni’ yaitu semacam rumput atau semak dengan daun
bundar kecil dan biasanya terdapat di gunung
Dalam ragam hias Toraja terselip suatu arti yang menandakan bahwa hias
yang tidak dapat dirombak itu akan tetap saja begitu, maka peralatannya umumnya
dari barang yang tidak lekas using. Terutama dalam menghias peralatan upacara
Rambu Solo’. Hal ini sangat penting sehubungan dengan suatu keyakinan bahwa apa
yang diadakan atau disediakan pada upacara pemakaman dari seseorang yang mati
menurut Aluk Todolo akan tetapi pula Roh dari peralatan itu dipunyai di alam
baka.Juga yang tersimpul dalam bentuk dan dasar Seni Hias Toraja adalah suatu
cara kehidupan masyarakat yang kesatuan
kegotongroyongan sebagai cirri khas pula dari suatu kepribadian Suku
Toraja.
E. Seni Sastra yang dinamakan Tantanan Kada atau Kada
Tominaa.
Dalam bentuk sastra Toraja yaitu suatu pengungkapan kata yang dinamakan
Tantanan Kada yang sering disebut pula Kada-kada Tominaa adalah ungkapan Sastra
yang agak berbeda dengan sastra pada bahasa lain, hal ini nyata pada gaya yang
terselip dalam pengungkapan Sastra Toraja yaitu gaya Paralelisme atau Sinonisme
sehingga terjadi kalimat yang diungkapkan itu adalah dua kalimat tetapi hanya
satu arti, dan hubungan pengungkapan ini sangat indah didengar. Seorang
sastrawan Toraja dalam mengungkapkan sastra Toraja selalu mempergunakan
sinonisme dan parallelism.
Sastra Toraja yang kaya dalam kalimat tetapi miskin dalam arti ini
umumnya diungkapkan pada saat tertentu umpamanya dalam upacara dimana timbul
pengunkapan pikiran secara tidak langsung, tanpa menyimpang dari situasi atau
peristiwa yang sedang dihadapi karna jikalau salah mempergunakan kata maka
dapat ditegur oleh yang bersangkutan pada upacara tersebut.Kadang kala
pengungkapan sastra Toraja ini menggunakan gaya Allegoris sehingga ada sebagian
orang yang tidak memahaminya.
Masyarakat Toraja mengenal sastrawan itu dalam berbagai tingkatan
masing-masing :
- Tominaa
Bakaa atau Gora Tongkon yaitu sastrawan yang Didaktis
- Tominaa
Burake yaitu ahli sastra Toraja yang religious
- Tominaa
Sando yaitu ahli sastra Toraja yang religius dan estetis
- Tominaa
yaitu ahli bicara yang dalam berkata-kata itu terungkap kata sastra yang
dihafalkan karena sering diungkapkan
- Rangga
kada yaitu seseorang yang ahli membuat-buat alasan dan kata-kata yang menarik
yang juga digolongkan pada pencipta judul yang disebut To Ullisu Kada. Orang ini
banyak terdiri dari Gora Tongkon- Gora Tongkon.
Beberapa bentuk ungkapan sastra adalah antara lain :
1. Puisi
atau syair Toraja yang susunannya hanya terdiri dari beberapa baris dan bait
yang umumnya 2 atau 3 bait dan tiap bait tidak tertentu jumlah baris atau
kalimatnya misalnya :
a. Londe
Tomangura (Pantun Orang Muda) dan Londe Peada’ (Pantun Nasihat)
b. Ponto
Bannang (pepatah)
c. Passimba
(Sindiran)
d. Karume
(teka-teki)
Puisi Toraja tersebut di atas tidak memilih tempat pemakaiannya atau
pengungkapannya sesuai dengan keadaan yang dihadapi.
2. Prosa
Lirik
Prosa lirik bagi masyarakat Toraja adalah pengungkapan yang umum dalam
sastra Toraja dan ada kalanyadiungkapkan dengan irama dengan alunan kata dan
kalimat dan ada pula yang diungkapkan dengan irama yang dilagukan.
Prosa lirik yang sering diungkapkan dengan irama yang dilagukan ialah ungkapan-ungkapan
doa atau mantra pada setiap adanya upacara dan ungkapan demikian itu biasanya
diucapkan berjam-jam sampai semalam suntuk.
Prosa lirik semacam ini sangat populer dalam masyarakat Toraja dan
biasanya diucapkan oleh orang yang memang ahli dalam membacakan/mengucapkan doa
dan mantra dan sangat menarik baik karena irama maupun karena artinya sehingga
orang yang mendengarnya tidak bosan.
Prosa lirik ini terdapat pula dua macam menurut arti dan tujuannya yaitu
untuk Rambu Tuka’ dan Rambu Solo’ masing-masing :
a. Prosa
Lirik untuk Rambu Tuka’ atau yang tergolong Rambu Tuka’ :
1) Ma’
Gelong yaitu berisi mantra dan doa pada Upacara Pengobatan (Maro/Bugi’) yang
dibawakan oleh Pangala Gelong.
2) Mangimbo
berisi mantra dan doa dalam menghadapi sajian kurban persembahan yang dibawakan
oleh ahli sastra dan agama yang dinamakan Tominaa atau To Indo’ / Indo’ Padang.
3) Massonde
ialah pujian yang ditujukan yang maha kuasa atas berkat yang dilimpahkan kepada
manusia. Massonde biasa dilakukan pada waktu beristirahat serta menghibur orang
sakit.
4) Manglellenan
berisi ungkapan buaian anak-anak atau orang yang sakit sebagai penghiburan dengan
mengambil perbandingan orang baik untuk membuai anak dan bagi orang sakit
sebagai doa agar penyakitnya disembuhkan oleh yang maha kuasa.
5) Ma’
Ulelle’ yang isinya mengandung pelajaran bagi anak-anak atau keluarga dalam
rumah oleh Bapak atau Ibu atau nenek yang diselingi dengan cerita-cerita
teladan yang baik dan sengaja diadakan pada malam hari ketika hendak tidur. Kadang
kala hal ini dimaksudkan untuk mengalihkan pikiran anak-anak yang lapar dan mengajarkan supaya bersabar menunggu padi
menjadi matang.
b. Prosa
Lirik yang dilagukan pada upacara Rambu Solo’ antara lain :
1) Ma’
kakarung yang isinya mengungkapkan riwayat dari seseorang yang sementara
diupacarakan pemakamannya dimana sering terjadi kekurangan-kekurangan, maka
didoakan kepada leluhur supaya menerima arwah orang mati tersebut. Pengungkapan
ini biasanya dilakukan pada malam hari.
2) Sumengo
isinya hamper sama dengan Ma’ Kakarung, dan biasanya dilakukan jika turunan
dari orang yang sementara diupacarakan selalu mati muda/remaja dan maksudnya
mendoakan agar jangan sering terjadi begitu.
3) Ma’
Retteng isinya mengungkapkan keadaan dari suatu keluarga sehubungan dengan
adanya pemakaman serta menggambarkan keberuntungan dari yang mati karena dapat
diupacarakan dengan baik oleh keluarganya, sekalipun kadang kala isinya sering
menyindir orang lain atau keluarga yang menghadapi upacara.
4) Mangimbo
isinya memuja leluhur serta arwah yang sedang dalam perjalanan kea lam baka
dengan mengungkapkan pula kebesaran dari Deata yang menempati tempat yang akan
dilalui oleh arwah orang mati agar perjalanan arwahnya tidak terhalang sampai
ke Puya.
Mangimbo disebut juga Metamba Dao Mai Bala’kayan dilakukan
oleh Tominaa
5) Umbating
yaitu ratapan yang teratur yang isinya rintihan pada seseorang yang mati dari
keluarga yang ditinggalkan. Isinya mengandung kebaikan dan perilaku semasa
hidup dari orang mati tersebut.
F. Olah Raga Ketangkasan
Selain seni, masyarakat Toraja juga mempunyai permainan ketangkasan yaitu
:
1. Sisemba’
yaitu olah raga kaki yang dilakukan oleh orang muda saat Upacara Panen atau
Upacara Ma’ palao dan Ma’ Nenek
Permainan Sepak Kaki (Sisemba’) dilakukan dalan 3 cara :
a. Simanuk
yaitu satu lawan satu
b. Siduanan
yaitu dua lawan dua
c. Sikambanan
yaitu massa melawan massa.
Menurut aturan permainan Sisemba’, jikal ada yang patah ataukah
meninggal maka si korban atau keluarganya tidak boleh menuntut karena dianggap
sebagai kurban Sisemba’.
2. Sisambak
yaitu sejenis anggar dengan menggunakan lidi. Permainan ini biasa dilakukan di
daerah utara yaitu Rinding Allo dan biasanya pada saat upacara Panen atau Ma’
Nene’.
0 comments:
Post a Comment